Sesungguhnya Pek Tok Sin Kuay adalah saudara seperguruan dari
Pek Tok Thian Kun, hanya saja sudah lama sekali tidak menampilkan diri di dunia
Kang Ouw sehingga untuk golongan yang lebih muda tidak mengenalnya.
Tempo dulu sewaktu terjadi pertandingan silat, ia kena
dikalahkan Siang Siu dengan Ilmu Pai Kut Sin Kang, sehingga menyembunyikan diri
puluhan tahun untuk melatih ilmu Han Peng Im Hong Ciang (pukulan angin negatif
yang dingin). Kini sesudah rampung mempelajari ilmunya itu, kembali Ia terjun
ke Sungai Telaga untuk mencari Pek Bu Siang. Sayang musuhnya itu sudah
meninggal dunia, tapi ia mendapat tahu dari Ciok It Hong buku Pai Kut Sin Kang
yang pernah mengalahkan dirinya itu berada di tangan Kiu Heng. Bertepatan
dengan itu, Gui Sam Seng sudah mengirimkan undangan, memanggil seluruh kaum Bu
Lim berkumpul, untuk menyeterukan Kiu Heng dan To Hiap.
Berkat penyelidikan mereka yang seksama, tempat kediaman Kiu
Heng diketahuinya, Pek Tok Sin Kuay mencapaikan diri untuk memanggil penghianat
Bu Lim Tiap itu ke suatu tempat, di mana berkumpul kaum2 Kang Ouw.
Begitu Tohiap keluar pintu, Pek Tok Sin Kuay memberi hormat
dengan angkuh.
"Aku Pek Tok Sin Kuay," katanya, "dan siapa Cunhe
?"
"Oh, kukira siapa tidak tahunya pecundang Pek Bu Siang,
ha... ha... ha... Mengenai aku sendiri adalah seorang penangkap Sin Kuay (Iblis
sakti) Tohiap, Siauw Siong!”
"Oh, kau si penghianat perguruan Pek Tok Bun! Orang lain
tak tahu riwayat busukmu, tapi mana mungkin mengelabui aku!?"
Tohiap mempunyai pantangan, Ia paling gusar bilamana diungkat2
bekas murid Pek Tok Bun. Dengan gusar dan mata mendelik ber-api2 ia menyerang
dengan tiba2.
Pek Tok Sin Kuay mengetahui musuhnya lihay, dengan cepat
berkelit, tapi serangan susulan dari Tohiap kembali datang. Sekali ini dengan
terpaksa ia menggulingkan tubuh ke belakang, tapi serangan susulan Tohiap lagi2
datang, ia benci dan tidak memberikan kesempatan pada musuhnya untuk
memperbaiki diri.
Pek Tok Sin Kuay tahu dengan berkelit terus bukan jalan yang
terbaik, lengannya yang mengandung racun diangkat untuk menangkis dengan keras.
Tak kira begitu dua lengan saling bentrok, Ia merasakan lengannya menjadi kaku,
sehingga tidak dapat digunakan sekehendak hati lagi. Tohiap berpikir untuk
menghabiskan riwayat musuhnya seketika juga. Tapi musuhnya sudah melakukan
serangan membabi buta dengan nekat sekali. Diseruduknya Tohiap sekuat tenaga.
Demi dilihat jurus mengadu jiwa yang ganas, Tohiap menjadi
kaget, dengan tangkas ia melompat pergi. Pek Tok Sin Kuay tidak mau mengerti,
Ia merangsang terlebih gila. Saking jengkelnya, Tohiap sambil melompat sambil
mengebutkan lengannya menghajar ke pundak musuh dengan ilmu menotok yang ampuh.
Pek Tok Sin Kuay sudah tak memikirkan lagi dirinya, serangan musuh yang lihay
dibiarkan terus, Ia menyergap dengan penuh harapan luka bersama, mati berdua!
"Gila kau, mana mau aku mampus bersamamu?" pikir
Tohiap seraya menarik serangan dan melompat keluar gelanggang.
Pek Tok Sin Kuay gagal dalam serangan, tubuhnya berputar cepat,
tahu2 iapun sudah keluar gelanggang dan merat ter-birit2.
Tohiap tidak mau mengejar, ia membiarkan musuhnya kabur.
Sebaliknya Kiu Heng yang sudah berada di depan pintu beserta
yang lain2 merasa gusar melihat musuh kabur.
Dengan ginkangnya yang luar biasa ia melakukan pengejaran.
Saling kejar ini berlaku seru sekali, karena dua2nya mempunyai ilmu ginkang
yang lihay.
Sementara itu Tohiap, Kayhiap, Liauw Tim Sutay dan kedua gadis
pun turut mengejar dari belakang, karena mereka takut kalau2 Kiu Heng mengalami
kecelakaan seorang diri.
Keadaan kota yang ramai sudah dilewati, mereka memasuki daerah
luar kota yang agak sepi, achirnya tibalah di tepian sungai Ngo Tian yang sunyi
sepi.
Pek Tok Sin Kuay menuju ke sebuah rumah, Kiu Heng mengejar terus
sebelum musuhnya masuk ke rumah, berhasil Ia mencandaknya.
"Siapa kau!" bentak Pek Tok Sin Kuay sambil berbalik
badan.
"Aku Kiu Heng!"
"Oh, kau si penghianat kaum Bu Lim, kebetulan sekali
menghantarkan diri ke sini. lekas bertekuk lutut untuk menghadap kepada
pemegang Bu Lim Tiap!”
"Apa katamu?" tanya Kiu Heng, sedangkan pedang
Kim-liong-cee-hwee-kiam sudah dihunus.
Pek Tok Sin Kuay pun merasa gusar, cepat menghunus senjatanya.
Dengan cepat perkelahian berlangsung dengan serunya.
Kiu Heng melancarkan ilmu Kie-hwee-liau-tian (Mengangkat sauh
menerangkann jagat), pedangnya menyerosot keras ke bawah mengarah sepasang kaki
musuhnya.
Pek Tok Sin Kuay mula pertama tidak memandang mata pada musuhnya
yang masih muda, cepat ia mencelat ke atas, lalu kembali turun dengan ilmu
Hui-lim-to-niau (burung terbang hinggap di pohon). Pedang berikut dirinya
menukik keras dari udara sambil menikam musuh.
Untuk menghindarkan serangan maut ini, Kiu Heng mengangkat
pedangnya ke atas, Pek Tok Sin Kuay terkejut heran mendapat tangkisan lihay,
cepat serangannya ditarik, dirinya membalik ke kiri dan turun ke bumi, lalu
menjerosot keras menyerang dengan mendadak.
Kiu Heng mengetahui musuh bisa menyerang lagi, cepat2
melancarkan ilmu silatnya yang dipelajari di gua dan dimatangi di Thaisan.
Tubuhnya mencelat ke kiri dan ke kanan, pedangnya ke-atas ke bawah, tak ubahnya
dengan seekor harimau gagah yang tengah jongkok bangun mempermainkan mangsanya.
Biarpun Pek Tok Sin Kuay seorang Kang Ouw yang berpengalaman
luas, belum pernah menyaksikan ilmu kepandaian yang demikian aneh dan tak
teraba jalannya. kedudukan dirinya perlahan-lahan terdesak dan berada di bawah angin,
sedangkan Kiu Heng semakin galak dan bersemangat.
Pek Tok Sin Kuay yang sudah menderita cedera sewaktu menghadapi
Tohiap tak berdaya lagi menghadapi tekanan2 maut. ilmu kepandaiannya tak kuasa
dikembangkan lagi. Keringatnya mengucur memenuhi tubuhnya.
"Mampus kau!” bentak Kiu Heng seraya menyepak keras.
Pek Tok Sin Kuay berikut pedangnya terpental ke udara dan jatuh
terbanting di halaman rumah batu. Kiu Heng mengejar untuk menghabiskan jiwa
musuh. Sebelum pedangnya ditabaskan dengan cepat ia merasakan angin sambaran,
tahu2 pedangnya kena ditangkis. Ia berbalik badan, kaki-kakinya mundur2 saking
kaget, lalu maju lagi ke depan sambil bertekuk lutut !
Air sungai bergelombang tinggi dan men-deru2, pasir2
berterbangan tinggi, Kiu Heng tetap bertekuk lutut di hadapan seseorang dengan
patuhnya.
Sementara itu, Tohiap dan kawan2 sudah tiba juga di rumah batu
itu. Mereka menjadi heran menyaksikan Kiu Heng yang bertekuk lutut, cepat2
menghampiri.
Keheranan mereka bertambah karena orang itu bukan lain dari pada
Suhengnya Cie Yang Cinjin yang bernama Cee Sie Tojin!
Kenapa Cee Sie Tojin bisa berada di rumah yang sunyi itu dan
tidak di Bu Tong San? Kiranya Pek Tok Thian Kun sudah memanggilnya datang
dengan kekuatan Bu Lim Tiap!! Sebegitu jauh Cee Sie Tojin sangat sayang kepada
Kiu Heng, ia tahu kepergiannya bisa menimbulkan kerugian pada Kiu Heng, tapi Bu
Lim Tiap yang diakui sebagai pusaka rimba hijau itu biar bagaimana harus
dipatuhinya juga.
"Heng-jie, kenapa kau tidak mematuhi peraturan Bu Lim Tiap?
Mungkinkah kau tidak mengetahui buku itu sebagai pusaka rimba hijau yang harus
dipatuhi seluruh kaum Bu Lim?" kata Cee Sie Tojin dengan lembah lembut,
seraya memasukkan pedangnya lagi ke dalam serangka.
Perkataan dari Cee Sie Tojin, mengandung makna yang membela
kepada si anak, se-olah2 mengatakan bahwa Kiu Heng masih muda dan tidak
mengetahui apa2, sehingga melanggar Bu Lim Tiap.
Tengah mereka bicara dari dalam rumah terdengar suara memanggil.
"Kuminta Totiang bicara di dalam!"
Cee Sie Totiang mengenali suara itu bukan lain dari pada Pek Tok
Thian Kun. Dengan wajah keren ia berkata: "Siau-heng, Buheng, Sutay dan
jiwie Kouwnio, Ikutlah aku ke dalam!"
Yang turut masuk hanya Tohiap dan Kiu Heng, sedang yang lain
menjaga di luar.
Rumah batu yang sepi itu sangat luas dan besar, pekarangan bunga
di kiri kanan sangat indahnya. ruangan2 di dalam rumah pun sangat Iuas2,
sesudah melalui beberapa ruangan, akhirnya tibalah mereka di ruangan tengah
yang besar.
Di situ sudah banyak orang dari berbagai golongan, mereka datang
atas panggilan Bu Lim Tiap.
Di tengah ruangan terdapat sebuah meja, yang berlilin besar, di
tengah2 meja tampak Bu Lim Tiap disandarkan miring. Di kiri meja tampak Gui Sam
Seng, di samping kanan terlihat seorang tojin yang memakai jubah panjang,
mukanya demikian kering dan hijau, alisnya keren dan panjang, sekali lihatpun
dapat mengetahui tojin itu berilmu tinggi.
Di sebelah depan mereka tampak berbaris dengan rata jago2 Bu Lim
lainnya, antaranya terlihat Ciok It Hong, Cun Cu Taysu dari Siauw Lim Sie,
juhiap Kong Tat, Siu-cee-kong Say Lam San yang sudah mengasingkan diri. Kesemua
ini sudah dikenal Kiu Heng.
Antaranya tampak seorang pertengahan umur yang berjanggut Indah
dan keren, di sisinya berdiri pula seorang yang gagah, kedua orang ini Kiu Heng
tidak mengenalnya.
Tampak Pek Tok Thian Kun seperti tertawa seperti bukan, dengan
angkuh dan congkaknya berkata per-lahan2: "Bangsat yang bernyali besar,
sewaktu di Oey San berani betul kau menghina Bu Lim Tiap, dan barusan kau
membunuh saudara seperguruanku Pek Tok Sin Kuay, kebandelanmu kini masih tetap
tegas, lekas kau bertekuk lutut menerima hukuman!"
Kiu Heng sudah gatal untuk membalas memaki, tapi kurang leluasa,
karena Supeknya berada di situ, tapi untuknya menerima dosa tanpa beralasan
sudah tentu tidak mau pula. Dengan gusar Ia diam saja, dan tidak mengetahui
harus berbuat apa. Saking cemasnya, mukanya menjadi merah sendiri.
Dalam suasana yang gawat ini, tiba2 Tohiap membuka mulut:
"Gui Sam Seng, kau jangan mengandalkan Bu Lim Tiap dengan se-wenang2
demi kepentingan diri sendiri. Ketahuilah soal Bu Lim Tiap adalah satu urusan,
sedangkan soal kematian Pek Tok Sin Kuay pun satu urusan lain, kenapa kau
jadikan dua urusan menjadi satu secara kacau balau?"
Begitu perkataan ini keluar, sekalian hadirin menatap ke arah
Tohiap dengan heran.
"Kau tahukah bahwa saudara seperguruanmu melatih llmu Han
Peng Im Hong Ciang yang beracun? Kau tahu sendiri ilmu itu diyakininya harus
memakai tubuh gadis2 cilik yang dibeset kulitnya. Karena itu perbuatannya yang
jahat ini harus mendapat hukuman yang setimpal. Kenapa dosanya dijatuhkan
kepada Kiu Heng?"
Pek Tok Thian Kun mengetahui salah omong, seketika diam saja.
Tampak parasnya menjadi jengah sendiri, cepat Ia melirik kepada
kawannya yang memakai jubah, agaknya ia meminta pendapat Tojin itu, agar
kedudukannya yang kejepit ini menjadi terbebas.
Tojin itu yang bernama Tiang Bie Cinjin agaknya mengetahui
maksud kawannya, segera berkata: "Di sini bukan tempatmu untuk bicara,
yang diperiksa adalah Kiu Heng, ada urusan apa denganmu?"
Gui Sam Seng seperti mendapat angin.
"Kami rnengadakan rapat kaum Bu Lim ini untuk mengadili
seorang pendurhaka Bu Lim Tiap, karena itu kau jangan banyak bicara. Kalau kau
melanggar peraturan, aku berhak menjatuhkan hukuman!”
Kiu Heng jadi berani melihat ayah angkatnya membela dirinya,
dengan bertolak pinggang ia menunjuk kepada si tojin: "Kau manusia apa?
Berani betul mencampuri urusan orang?"
Cee Sie Cinjin, kuatir timbul onar yang tidak diinginkan, lekas
ia mencegah: "Heng-jie, kau harus patuh dan jangan berlaku kurang sopan
!"
Si tojin yang kena maki Kiu Heng mukanya berubah pucat, sambil
bersenyum dingin ia berkata: "Bilamana Pinto tidak menerangkan kau pasti
tidak mengetahui, aku adalah tuan rumah dari gedung ini yang bergelar Siang Bie
Cinjin!"
Tiang Bie Cinjin sepatah demi sepatah menyebutkan namanya dengan
tegas, dengan tujuan melunakkan kegarangan orang dan menghargai dirinya.
Tohiap Siauw Siong tiba2 bergelak-gelak.
"Kukira siapa, tidak tahunya Tiang Bie Cinjin yang sudah
mengasingkan diri dari puluhan tahun, tak heran aku tak mengenalnya. Tiang Bie
Cinjin, kuyakin ilmu kepandaianmu yang diyakini selama bersembunyi puluhan
tahun pasti sudah maju dengan pesat! Ilmu apa yang kau sudah yakini, dapatkah
kau perlihatkan kepadaku?"
Sesungguhnya Tohiap bukan tidak kenal kepada Tiang Bie Cinjin,
tapi Ia pura2 tidak mengenalnya, sewaktu melihat Cinjin itu duduk di bagian
atas dengan angkuh dan congkaknya, kini mendapat kesempatan untuk
"ngeledek" dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Gui Sam Seng tahu bahwa Tohiap sengaja memancing keributan,
bilamana tidak lekas2 dicegahnya, urusan bisa meluas dan rnenyimpang dari
tujuan pokok pembicaraan. Cepat ia bangun.
"Cuwie kuminta menghentikan kata2! Dan Kiu Heng lekas2
bertekuk lutut menerima hukuman !”
Begitu kata2 ini keluar, keadaan di dalam ruangan menjadi sunyi
sepi.
Kiu Heng menjadi mendelik saking gusarnya.
"Apa yang kau andalkan menyuruh aku bertekuk lutut dengan
sesuka hatimu? Dan apa dosaku pula harus menerima hukuman?"
"Anakku, kau tidak berdosa! jangan mau berlutut!"
empos Tohiap dari samping,
"Heng-jie, kau jangan berlaku kurang ajar, kenapa tidak
lekas berlutut!” bentak Cee Sie Tojin dengan cepat.
"Bukannya aku tak dengar kata, tapi aku tak mengetahui
harus berlutut pada siapa?" jawab Kiu Heng.
Wajah Pek Tok Thian Kun menjadi hijau saking gusarnya, lengannya
menunjuk ke atas. meja. "Berlutut ke arah meja!’’
"Kenapa harus berlutut pada meja? Ini permainan apa?"
kata Kiu Heng.
"Buku itu mempunyai khasiat apa harus dihormati?"
sambung Tohiap.
Cee Sie Tojin berjiwa jujur, Ia mengira Kiu Heng sesungguhnya
tidak mengetahui benda yang harus dihormati itu adalah Bu Lim Tiap.
"Heng-jie! Yang harus kau hormati itu adalah Bu Lim Tiap,
lekaslah kau lakukan!" suruhnya.
Kiu Heng mempermainkan matanya, menunjukkan perasaan curiga.
"Tapi aku tidak mengetahui bahwa, Bu Lim Tiap itu yang
palsu atau yang tulen? Bilamana kena yang palsu, bukankah sia-sia dan sayang
kehormatan yang kuberikan dengan percuma ini?"
Agaknya Tiang Bie Cinjin sudah tak sabaran lagi.
"Bu Lim Tiap di dunia ini hanya satu, kenapa ada yang palsu
dan yang tulen Kalau begitu, terang kau yang bersalah dan berkeras kepala,
tanpa mempunyai alasan!"
"jatuhkan saja hukuman yang setimpal, kalau Ia membangkang,
kita hajar!” kata si orang pertengahan umur yang berjanggut indah.
”Akur! Aku setuju pendapat saudara Yo Goat Tong!" kata Ciok
It Hong.
"Diam!" bentak Kiu Heng, "kalian tidak berhak
untuk bicara."
Sedangkan hatinya menjadi ber-debar2 sewaktu mendengar nama Yo
Goat Tiong, tapi ia masih bisa mengendalikan hatinya.
"Sungguhpun aku belum pernah melihat Bu Lim Tiap, tapi kau
tidak berhak menjatuhkan hukuman dengan se-wenang2, sedikitpun kau harus
memanggil datang tiga orang Ciang Bun jin dari tiga partai untuk mengadili
diriku!"
Kiu Heng mempunyai Bu Lim Tiap dan pernah membacanya berulang
kali, sehingga mengerti betul peraturan2 yang berada di dalamnya.
Kini Ia meminta agar Pek Tok Thian Kun memanggil datang tiga
Ciang-bun-jin untuk mengadili dirinya, se-mata2 mengingatkan pada musuh, bahwa
ia pun mengerti peraturan yang terdapat di Bu Lim Tiap.
Sekaitan yang mendengar menjadi kaget atas permintaan Kiu Heng.
Mereka tidak menyangka anak muda itu dapat menimbulkan
pertanyaan yang demikian tepat dan sempurna. Orang2 di dalam ruangan sudah
mulai ber-bisik2 satu sama lain, ada yang girang ada juga yang kesal.
Yang bergirang adalah Cee-Sie Tof.jin, Kong Tat, Say Lam San dan
Cun-cu Taysu.
Sebaliknya Tohiap Siauw Siong mempunyai pikiran lain;
bagaimanapun Bu Lim Tiap yang tulen harus diperlihatkan. Kalau tidak, kegawatan
yang meruncing ini tak mungkin dapat diatasi, sehingga pikirannya terbenam di
dalam keraguan.
"Sudah terang berdurhaka pada Bu Lim Tiap, masih tetap
berani menggoyang lidah untuk membela kesalahan,"bentak Pek Tok
Thian Kun.
"Gui-heng,” kata Cee Sie Tojin yang mempunyai kesempatan
untuk membela Kiu Heng.
"Dalam hal ini kau yang salah, Pinto mengakui belum pernah
memegang Bu Lim Tiap, tapi sudah terang mengetahui peraturan yang terdapat di dalamnya!
Apa yang dikatakan Kiu Heng memang betul, setiap orang yang berbuat salah harus
diadili ber-sama2 tiga orang Ciang-bun-jin dari tiga partai yang dikehendaki si
terdakwa! Sedangkan kau kini berlaku menurut kehendak sendiri, sehingga membuat
aku pusing dan melupakan peraturan yang tertera di dalam Bu Lim Tiap. Kini aku
sudah sadar, bilamana kau tetap melaksanakan kekerasan kepada Kiu Heng, jangan
sesalkan tindakanku yang kurang sopan!"
"Apa yang dikatakan Cee Sie Toyu memang benar." kata
Cuncu Taysu membenarkan.
Pek Tok Thian Kun terdiam sejenak lalu tertawa bergelak-gelak.
"Kau boleh mengatakan demikian, tapi apa yang dilakukan Hui
Kong Taysu terhadap Kayhiap Bu Tie? Bukankah ia menjatuhkan hukuman dengan
seorang diri, padahal di situ terdapat Cie Yang Cinjin, Liauw Tim Sutay, dan
aku sendiri, tapi sedikit pendapat pun tidak dimintanya!”
"Kalau begini sudah terang Cee Sie Totiang, membela murid
durhakanya tanpa mengindahkan lagi Bu Lim Tiap, aku sebagai pemilik rumah ini
mana mungkin membiarkan kau berlaku gila di sini?" kata Tiang Bie Cinjin.
"Hei, orang tua, kau jangan bicara sekehendak hati,
bilamana kau berani lagi menghina Supekku, aku tak segan2 menghajar
dirimu!" kata Kiu Heng.
Seumur hidupnya Tiang Bie Cinjin belum pernah mendapat dampratan
yang demikian keras di muka umum, matanya mendelik lebar.
"Sudah tiga puluh tahun lebih aku belum pernah menggerakkan
kaki tanganku, kini kau menantang aku? Baiklah, aku bisa mengirim kau dan
Supekmu menemui Giam Lo Ong!”
Tohiap tidak bicara lagi, ia maju dua langkah, mulutnya mesem2
geli: "Hei Lo-tau, rupanya kau sudah tak sabar lagi hidup di dunia ini.
Inginkah mati dengan cepat?” ejeknya.
"Kuyakin ilmu yang kau pelajari puluhan tahun itu tidak
bisa menunda kematianmu terlebih lama lagi! Semoga kau bisa tinggal di alam
baka dengan senang dan gembira!"
"Hai, bungkuk, kau jangan berkata sembarangan,” kata Pek
Tok Thian Kun.
Sehabis berkata ia bersiap untuk menerjang.
Kiu Heng tidak tinggal diam dengan tangkas ia melangkah maju.
Tahu2 Pek Tok Thian Kun melangkah miring dan menjamberet Bu Lim Tiap dari atas
meja, dimasukkannya ke dalam sakunya, perubahan dari gerakannya yang di luar
perkiraan ini membuat Kiu Heng tersenyum simpul.
Keadaan tegang yang memenuhi isi ruangan menjadi gelak tertawa
riuh atas kelakuan Pek Tok Thian Kun yang kesusu.
"Kau si manusia berhati cupet, mengaku sebagai seorang
Kuncu, tak tahunya orang rendah yang tidak tahu malu. Kau kira aku kepengen
segala buku itukah?" bentak Kiu Heng. "Lihat apa ini?"
"Bu Lim Tiap!" seru sekalian yang hadir dengan
terkejut.
Agaknya Tiang Bie Cinjin yang paling tak sabaran, kembali ia
bicara:
"Kita adalah golongan persilatan, untuk menyelesaikan
persoalan gawat takkan selesai dengan lidah, dan takkan beres dengan Bu Lim
Tiap. sejujurnya adalah: kekuatan senjata adalah cara terbaik memecahkan
persoalan!”
"Kau jangan banyak bicara!” bentak Tohiap seraya mencabut
huncwenya dan menyerang kepada musuh.
"Bagus," kata Tiang Bie Cinjin, tubuhnya mundur
berkelit, lalu menghunus pedangnya.
Tohiap jadi gusar begitu sadar serangannya tidak membawa hasil.
Serangannya berubah dengan cepat, senjatanya tak ubahnya merupakan titik2 air
hujan yang deras, mengurung kepala musuhnya!
Tak malu Tiang Bin Cinjin meyakinkan ilmu puluhan tahun lamanya,
karena pedangnya pun bisa berubah dengan cepat, menghalau seluruh serangan2
musuhnya.
Menghadapi musuh yang lihay, Tohiap menjadi girang. Dengan
tertawa mengejek ia mencoba membuyarkan perhatian musuh.
"Tiang Bie Cinjin, sudah puluhan tahun kau belajar silat,
mungkinkah hanya belajar menangkis melulu dan berkelit?"
Tanpa menjawab Tiang Bie Cinjin, membentangkan pedangnya,
jurusnya kembali berubah, dari bertahan menjadi menyerang.
Gerakannya yang lincah dan matang luar biasa cepatnya, sehingga
tubuhnya seperti hilang di dalam lingkungan sinar putih yang ber-kilat2 dari
pedangnya.
Dalam beberapa jurus ia berhasil mendesak musuhnya terus2an. Hal
ini membuat keberaniannya semakin menjadi2. Seluruh kepandaianya yang diyakini
dari puluhan tahun dipergunakan dengan ganas mencecar terus musuhnya, sehingga
pertarungan benar2 hebat dan rnenggidikkan.
Kepandaian silat Tohiap sesungguhnya tidak berada di sebelah
bawah musuhnya, sayang senjatanya tidak sebaik pedang musuh yang lebih panjang.
Di samping itu, iapun harus mengakui ilmu rangsakan musuhnya yang sudah
terlatih matang.
Perhatiannya dicurahkan seratus persen melawan musuh. tak berani
untuknya mengganggu atau mengejek lagi.
Cee Sie Tojin dan Kiu Heng mengucurkan keringat dingin untuk
keselamatan Tohiap.
Tiba2 terdengar bentrokan senjata yang nyaring, disusul lelatu
api membujar ke empat penjuru, sinar pedang segera sirna, apa yang tampak ialah
pedang Tiang Bie Cinjin, tengah menikam ke depan dan tepat mengarah
kerongkongan musuhnya.
"Celaka!” teriak Kiu Heng tanpa disadari.
Tapi sebelum kata2nya keluar dari mulut, perubahan di medan
pertarungan sudah berubah.
Kiranya Tohiap yang tengah mundur2 terangsak lawan, tiba2
kesandung sesuatu benda, sehingga keseimbangan tubuhnya tak baik lagi.
Kesempatan ini dipergunakan musuhnya, sehingga ujung pedang hampir menembus
kerongkongan musuhnya. Tapi Tohiap bukan seorang yang lemah, sungguhpun dalam
keadaan bahaya, pertahanannya masih tetap tak kalut.
Tubuhnya dengan cepat kembali seperti sedia kala, sedangkan
kakinya ditendangkannya ke muka, sehingga ia berjungkir balik ke belakang,
pedang Tiang Bie Cinjin dengan ganas lewat dari sasaran beberapa senti.
"Celaka!” pikir Tohiap di dalam hati.
Tubuhnya begitu berdiri tetap, langsung menyerobot ke depan,
huncwenya seperti kilat menyerampang. Tiang Bie Cinjin melompat, membiarkan
senjata musuh lewat dari bawah sepatunya.
Sementara itu, Pek Tok Thian Kun sudah mengeluarkan perintah
untuk menghajar Kiu Heng.
Akan tetapi anjuran yang berupa perintah ini hanya menarik
sebagian orang, sedangkan Cuncu Taysu dan Cee Sie Tojin serta Kong Tat membela
pihak Kiu Heng. Say Lam San sendiri mengambil jalan tengah, ia menonton tanpa
mengeluarkan pendapat,
Ciok It Hong, Yo Goat Hong dan seorang lagi yang bukan lain dari
Lie Keng, tanpa menunggu perintah dua kali sudah menghunus — senjatanya. Hal
ini diikuti orang2 Bu Lim lain yang kurang “ kenamaan tapi sealiran dengan Pek
Tok Thian Kun.
Pertarungan kalang kabut berkobar dengan cepat. Kiu Heng
menghadapi Yo Goat Tiong, Ia ingin melampiaskan sakit hatinya pada musuhnya
yang membasmi keluarganya.
"Apakah kau yang bernama Yo Goat Tiong?" tegurnya.
"Memang aku Yo Goat Tiong seorang Piausu yang kenamaan....”
"Tutup mulutmu, apakah kau ingat nama Wie Bu Piaukiok?
Ingatkah perbuatan terkutukmu itu? Aku adalah sisa dari keluarga Kiu itu yang
tertinggal hidup dan kini berhadapan denganmu untuk menagih hutang!"
Yo Goat Tiong tahu banyak cakap tidak ada gunanya, cepat
menangkis serangan Kiu Heng yang sudah datang.
Lalu melancarkan ilmu kepandaiannya dari puluhan tahun,
pedangnya lincah dan tangkas, ber-putar2 seperti seekor walet mengitari gunung.
Sepuluh jurus Kiu Heng merangsek keras, tapi tidak membawa
hasil, karena dalam perkelahian ini Ia terlalu napsu. Hampir2 kecerobohannya
mendatangkan luka. Kiu Heng semakin bernapsu dan gusar, pedangnya
dibulang-baling tiga kali membabat musuh dengan telengas. Tapi sedikitpun tidak
membawa hasil, karena musuhnya cukup berpengalaman dan tangguh.
Sesudah melihat musuh dalam keadaan kalap, Yo Goat Tiong
menyerang dengan cepat, ujung pedangnya bergetar, ilmu Ban-hong Cut-cau atau
sepuluh ribu tawon keluar sarang, dilancarkan dengan hebat, ujung pedang
se-olah2 berubah menjadi banyak, kekuatannya luar biasa dan mengejutkan yang
menyaksikan.
Kiu Heng kesal serangannya dipatahkan terus, kini dilihatnya
musuh menyerang dengan llmu yang indah dan luar biasa, hatinya merasa heran.
Ketenangan dirinya pun terkendalikan lagi, dengan cepat. Ia
melancarkan ilmu pedang Cit-cuat-kiam dari Kong Tat, pedangnya menggulung
seperti pelangi, mengurung jurus Ban-hong-cut-cau musuhnya, sedangkan lengan
kirinya mendorong keras dengan jurus Geledek Membelah Gunung.
Yo Goat Tiong tak mengira serangannya kena dibendung. di samping
itu serangan lengan lawan pun memberikan ancaman keras. Ia mundur sambil
menarik pedangnya. Tak kira Kiu Heng membarengi dengan serangan lain, pedangnya
menikam tajam ke pergelangan musuhnya sedangkan kakinya menyepak pula ke arah
ke mana lengan yang berpedang itu mengegos. Inilah jurus dari Bu Lim Tiap yang
dilancarkan.
Yo Goat Tiong tak menduga perubahan musuhnya berjalan dengan
cepat dan di luar dugaan, ia tak bisa melakukan egosan lagi, tahu2 lengannya
tertusuk pedang dan lemas.
Senjatanya jatuh, berbareng dengan itu tendangan musuh berkelebat
di samping tubuhnya. Pertahanannya berantakan seketika.
"Hutang darah bayar darah, dosa tidak berampun!"
teriak Kiu Heng sambil mengerjakan pedangnya.
Yo Goat Tiong menjerit keras, ia mandl darah dan mati seketika
juga.
Akibat dari kematian Yo Goat Tiong mempengaruhi medan
pertarungan. Ciok It Hong yang berhadapan dengan Cuncu Taysu dari Siauw Lim
Sie, segera merat keluar, karena ia tahu bahwa Pek Tok Thian Kun tidak bisa
membela dirinya lagi.
"Jangan kasih lolos!” teriak Kiu Heng, karena ia sangat
benci pada Ciok It Hong yang pernah mencelakakan dirinya.
Atas seruan ini, Cuncu Taysu mencoba mengejar, tapi kena
dihalangi beberapa orang2 lain.
Lie Keng menghadapi Cee Sie Tojin, tapi Ia bukan lawan dari si
jago Bu Tong, dalam sekejap sudah berada di bawah angin. Sungguhpun demikian,
Ia tidak mau merat seperti Ciok It Hong yang licik. Kiu Heng yang sudah
berhasil paling pagi membereskan musuhnya, kini dihadang empat orang Bu Lim
lainnya, sehingga tidak bisa mengejar Ciok It Hong.
Pek Tok Thian Kun sendiri tengah sengit melawan Kong Tat,
menilik dari ilmu mereka masing2 sama2 kuat, tapi Kong Tat menang di hati.
Sedangkan Pek Tok Thian Kun sudah bimbang menghadapi keadaan yang gawat ini.
Tak heran begitu Ia mendapatkan kesempatan segera menerjang jendela dan kabur.
Ia ber-lari2, pikirannya sudah aman. Tak kira baru keluar dari
rumah dari depannya mendatang seorang nikoh. dan dua gadis.
"O Mi To Hud, tak diduga kita bertemu lagi di sini!"
kata nikoh itu yang bukan lain dari Liauw Tim Sutay.
"Sesudah berpisah dari See Ouw, Sutay baik2kah?’’ tegur Pek
Tok Thian Kun.
Ia merasa heran si nikoh yang tidak mempunyai ganjelan dengannya
bisa mengeluarkan perkataan yang mengandung tantangan, tapi ia tenang dan tidak
mengentarakan di wajahnya.
"Aku tidak bersangkutan denganmu, karena itu tak perlu
kuatir atas diriku ini. Sedangkan yang akan meminta berurusan adalah kedua
Kounio ini," kata Liauw Tim Sutay.
Ping Ping dengan mata berlinang menatap musuhnya dengan gusar,
sedangkan Soat-jie pun mengetahui orang yang mencelakakan ayahnya adalah Pek
Tok Thian Kun juga.
"Gui Sam Seng, masih ingatkah kau kejadian di Oey San,
dimana keluargaku habis kau bantai?" tegur Ping Ping.
"Oh, kau si bocah, kukira sudah mati menjadi setan!"
kata Gui Sam Seng dengan heran.
"Ping Cici, untuk apa banyak bicara dengan manusia iblis
yang kejam,” kata Soat-jie.
"Siapakah kau?”
"Aku puteri dari Cie Yang Cinjin!"
"Ha?” Gui Sam Seng heran, "jadinya kau ingin melawan
aku?"’
"Ya," jawab kedua gadis itu hampir berbareng.
"Tahukah bahwa kau berhadapan dengan pemilik Bu Lim Tiap?”
Liauw Tim Sutay menjadi tertawa mendengar keterangan itu.
”Gui Sam Seng, kau tak perlu menimbulkan Bu Lim Tiap yang kau
peroleh secara licik! Hadapilah kedua Kounio ini dengan jantan, aku pasti tidak
campur tangan!"
Perkataan ini memang yang diinginkan Gui Sam Seng karena Ia
takut si nikoh melawannya. Tapi ia pura2 bersikap lain: "Biar siapapun aku
tak takuti, apa lagi cuma dua bocah ini,” katanya.
Ping Ping menghadapi musuhnya di depan mata, dan saatnya untuk
turun tangan sudah tiba, hatlnya menjadi ber-debar2. Pada saat inilah kesiuran
angin keras tiba menyerang dirinya, cepat ia menggeser kaki dan memutar tubuh
menghindarkan serangan lewat. Lalu Ia mencurahkan 'perhatian pada musuhnya
sambil menantikan serangan selanjutnya.
Pek Tok Thian Kun melakukan serangan sewaktu musuh tak bersiaga,
tapi kena diegoskan Ping Ping dengan mudah, tanpa berkata lagi Ia maju mendekat
dan mengayunkan lengannya menabas, kelihayan dari pukulannya ini tak ubahnya
dengan kekuatan badai di laut.
Ping Ping tahu kekuatan lengan musuh yang sebelah itu cukup
berbahaja, Ia menggeserkan kakinya dan mundur per-lahan2.
Pek Tok Thian Kun merasa heran melihat musuhnya yang mundur2
terus, segera mengubah pukulannya dari membabat menjadi mendorong, seiring
dengan itu tubuhnya pun seperti angin topan cepatnya menyergap ke muka.
Ping Ping seperti sudah menduga musuhnya akan berbuat demikian,
begitu musuh mendekat segera memutarkan tubuh di atas sebuah kakinya, keadaan
sangat berbahaya, hampir Ia tertotok jari musuh. Tapi perhitungannya cukup
matang, sewaktu ia memutar tubuh, jurus yang dilancarkan bukan main indahnya,
inilah pelajaran rahasia yang diperolehnya selama tiga tahun di pulau Cee Cu
To.
Pek Tok Thian Kun tahu jurus dan gerakan musuh sangat dahsyat,
tapi Ia menang pengalaman, sebelum serangan datang sudah menduga lebih dulu,
tak heran sewaktu Ping Ping melancarkan tangan kena dipatahkan secara mudah.
Kedua tubuh mereka dari merapat tiba2 berpisah, lalu saling
tatap dan bersiaga, sesudah itu saling serang lagi, kembali dari berpisah
bergumul lagi menjadi satu. Tubuh Pek Tok Thian Kun di bawah baju hitamnya yang
besar ber-putar2 seperti gulungan asap yang luar biasa lincah.
Ping Ping didesak terus, sehingga gugup dan kalang kabut,
maklumlah seumur hidupnya Ia pertama kali menghadapi musuh, lagi pula musuhnya
sangat tangguh.
Segala kepandaiannya yang diperoleh dalam tiga tahun agaknya
belum bisa mengimbangi daya kekuatan musuh yang diyakini puluhan tahun. Biar
pun demikian Ia melakukan terus perlawanan dengan gigih.
Soat-jie mengetahui saudara seperguruannya berada di bawah
angin, maka itu ia mengambil sikap siap sedia, begitu dilihatnya Ping Ping
terdesak terus, Ia menghampiri.
Sewaktu perkelahian berpisah dengan cepat. tubuhnya menggantikan
kedudukan Ping Ping.
Pek Tok Thian Kun merasa heran atas gerakan si gadis yang lincah
dan cepat. Di samping itu ia tidak habis mengerti kenapa Ping Ping sudah
demikian lihay sekali, ia merasa penasaran tidak bisa menjatuhkan seorang gadis
dalam waktu singkat.
Kini dilihatnya Soat-jie menggantikan Ping Ping. sehingga
kegusaran Gui Sam Seng ditumplakkan pada si gadis.
Biarpun digenjot pulang pergi dengan tekanan2 keras, Soat-jie
tidak menunjukkan paras gusar, ia memusatkan seluruh perhatiannya pada gerakan2
musuh. Lalu menghindarkan diri dengan indahnya, tubuhnya yang ramping dengan
gerakannya yang lincah, ber-putar2 mengimbangi musuh, sehingga seperti uap
putih dan asap hitam tengah ber-putar2. Bukan saja kecepatannya luar biasa dan
mengagumkan juga sangat indah di pandangan mata yang menyaksikan.
Seorang Ciang-bun-jin dari Pek Tok Bun melawan seorang gadis
dari Cee Cu To, dua2 sama2 kuat, masing2 ia memamerkan ilmu golongan atas yang
jarang dilihat di dunia persilatan. Mereka seperti mempertaruhkan jiwa masing2
yang satu merasa penasaran tidak berdaya menghancurkan seorang gadis, sedangkan
si gadis merasa benci dan ingin membalas dendam.
Ilmu kekuatan Pek Tok Thian Kun sudah lihay, sedangkan Soat-jie
yang masih mudapun cukup lihay, dan kalau dinilai ilmu kepandaiannya tidak
berada di bawah kekuatan Cie Yang Cinjin sewaktu merebut Bu Lim Tiap yang
ketiga kali.
Sesudah perkelahian berjalan satu jam, Pek Tok Thian Kun masih
belum berhasil menjatuhkan puterinya Cie Yang Cinjin, keadaan tetap berimbang.
Sehingga Pek Tok Thian Kun mem-bentak2 dengan nyaring, tegas ia merasa cemas
belum memperoleh kemenangan sesudah bertarung demikian lama. Di samping itu
iapun kuatir kalau kawan2-nya di dalam rumah kalah dan datang ke tempat mereka
bertarung, dirinya pasti akan terkurung dan mati di bawah kepungan musuh.
Tengah hebatnya mereka bertarung, tiba2 tendengar jeritan keras
dari jarak beberapa tombak. Pek Tok
Thian Kun berkesempatan melihat juga ke arah suara. Di sana ia
melihat sesosok tubuh jatuh bermandikan darah dan berkerejetan lalu mati.
Di samping mayat itu berdiri seorang pengemis yang bukan lain
dari Kayhiap Bu Tie.
Kiranya sewaktu Ciok It Hong sipat kuping melarikan diri, kena
dihadang Bu Tie, sehingga pertarungan seru tak dapat dihindarkan. Mereka
bertarung ber-puluh2 jurus, tapi kemenangan akhir diperoleh Bu Tie juga.
Sesudah menyelesaikan perkelahian berat, Bu Tie mendekat pada Liauw Tim Sutay
sambil menyaksikan perkelahian antara Soat-jie dan Pek Tok Thian Kun.
Sementara itu keadaan di dalam rumah batu masih tetap ramai,
pertarungan berjalan semakin seru. Masing2 ingin menjatuhkan musuh dalam waktu
sesingkat mungkin.
Sedangkan Tohiap yang saling hantam dengan Tiang
Bie Cinjin, sudah melancarkan ilmu simpanannya yang terdiri dari
dua puluh empat jurus dengan gencar, tampak huncwenya ke atas menyangsot enam
kali, lalu ke bawah menotok enam kali, kiri kanan enam kali, seluruhnya dua
puluh empat serangan dilancarkan dalam waktu singkat.
Tiang Bie Cinjin sesudah menghadapi dua puluh empat serangan
hatinya merasa gentar, sehingga tertekan habis2an, tak heran senjatanya begitu
beradu segera terpental, dirinya sendiri tergempur mundur beberapa langkah
dengan terhuyung. Sebelum sempat memperbaiki dirinya serangan susulan dari
Tohiap membuatnya terkapar di lantai dan mati seketika.
Kekuatan musuh sudah berkurang, banyak yang sudah lari sipat
kuping, hanya Lie Keng tetap melakukan perlawanan, tapi dalam waktu tak
seberapa lama Ia pun menyusul Tiang Bie Cinjin di bawah tekanan maut Cee Sie
Tojin. Tempat perkelahian yang seram dan menegangkan urat saraf kini menjadi
sunji sepi, di samping yang terbunuh mati terdapat pula yang terluka parah
sambil merintih kesakitan.
Yang tidak sempat melarikan diri dilucuti senjatanya dan disuruh
mengurus jenazah2, sesudah itu rumah itu dibakar.
Tohiap dan kawan2 segera meninggalkannya, mereka menjadi
terkesiap sewaktu menyaksikan perkelahian yang masih berlangsung antara
Soat-jie dengan Pek Tok Thian Kun. Tapi sebagai jago2 mereka tidak mau turun
tangan mengerubuti musuhnya yang tinggal seorang diri.
Dua manusia bertarung terus, seperti me-nari2 agaknya, membuat
pandangan mata kabur.
Tiba2 Soat-jie berteriak keras dan garing, tubuhnya merapung ke
atas, lalu bergeliat sejenak dan menukik dengan kecepatan kilat, kaki dan
tangannya dibentangkan demikian macam, seperti seekor elang menyergap anak
ayam, langsung menghajar ubun2 musuhnya. Inilah salah satu jurus dari Cee Cu To
yang bernama Elang Saktl Menerkam Ayam.
Saat ini Pek Tok Thian Kun tengah risau, sebab melihat api
berkobar dan datangnya kawan2 pihak musuh. Sehingga tak ampun lagi Ia terkena
serangan tangan si gadis, tubuhnya terhuyung2, untung Ia masih bisa berlaku
tangkas kalau tidak jiwanya pasti mati seketika juga.
Kekalahan agaknya sudah terbayang di depan mata Pek Tok Thian
Kun, serangan2 musuh yang semakin lama semakin aneh dan belum pernah dilihatnya
membuatnya semakin repot. Untuk menyelamatkan jiwa ia mencoba
"modalnya" yang ampuh yakni ilmu tertawa yang bernama
Li-seng-tuan-hun-im. Begitu mendengar suara tertawa yang dahsyat ini sekalian
jago menjadi bergolak hatinya, untunglah mereka terhitung ahli2 kelas satu.
Sesudah menenangkan hati seketika sudah tak terganggu lagi suara aneh itu.
Sedangkan Soat-jie mula pertama merasa tak kuat mendengar suara itu, tapi
sesudah menyalurkan Lui-kangnya ia bisa menahannya, dan per-lahan2 suara
tertawa musuh yang bisa melukakan orang di dalam jarak beberapa ratus meter
itu, tak ubahnya seperti tertawa biasa. Saat inilah Ia melancarkan ilmunya yang
terlihay.
Tampak tangannya mencabut belati lalu melontarkan keras.
Pek Tok Thian Kun melihat sinar putih yang berkilauan, ia kaget
dan mengingat lagi sewaktu serangan Cie Yang Cinjin di See Ouw, kipasnya cepat
dicabut dan dipakai menangkis.
Pisau itu berkekuatan luar biasa, kipas ditembus langsung
menikam ke depan. Dengan jeritan keras yang memilukan, Pek Tok Thian Kun rebah
di bumi. Tubuhnya berkelejetan sejenak, lalu tampak sepasang kakinya menjadi
lurus, seorang jago tamat riwajatnya secara demikian.
Tiba2 tampak berkelebat seseorang muda yang langsung menubruk
mayat Gui Sam Seng sambil ter-sedu2.
Sekalian yang menyaksikan merasa kasihan juga melihat nasib Gui
Sam Seng, tapi kalau mengingat kejahatannya, semua merasa gusar dan ingin
menelannya hidup-hidup.
Pemuda itu bukan lain dari pada Gui Wie, sesudah menangis
seketika diangkatnya tubuh ayahnya dan dibawa pergi.
"Saudara Gui!” kata Kiu Heng sambil mengejar. "Kau
tentu merasa benci pada kami bukan?"
"Ayahku berlaku jahat dan sudah seharusnya menerima
ganjaran serupa ini, tapi untukku ia tetap seorang ayah. Karena itu aku harus
mengurus jenazahnya sebaik mungkin!"
"Bagaimana dengan Cui-cici?" tanya Kiu Heng.
"Ia baik2 saja, dan kalau kau sempat di kelak kemudian hari
mampirlah di Bu Kong San, kami hidup di sana mendampingi suhunya yang sudah
tua!" jawab Gui Wie sambil pergi dan tidak menoleh lagi.
Sesudah berkumpul sejenak, Say Lam San pun mohon pamit untuk
bertapa lagi, sedangkan Kayhiap dan Tohiap yang sudah ada umur ingin melewatkan
hari dengan tenang jauh di pegunungan.
"Heng-jie kau masih muda, masih penuh cita2 untuk menempuh
hidup, sedangkan aku sudah tua, karena itu ingin mengasingkan diri. Kuharap
kalau sempat kunjungilah aku di Thai San," kata Tohiap.
"Giehu,” kata Kiu Heng dengan terharu.
Kong Tat datang menepak-nepak pundak Kiu Heng.
"Kau anak yang baik, bagaimana dengan Pai-kut-sin kang,
apakah kau tidak pelajari?" kata Kong Tat.
Kiu Heng tersenyum.
"Hai, pengemis dan orang bungkuk, kau pergi masa berdua
saja, akupun sudah jemu luntang lantung di dunia Kang Ouw, karena itu ajaklah
aku bersama2,” kata Kong Tat.
Sekalian yang mendengar tersenyum.
"Heng-jie, kalau sempat datanglah ke Bu Tong San,"
pesan Cee Sie Tojin.
"Baik," jawab Kiu Heng Tohiap, Kayhiap, juhiap pergi
serombongan ke Thai San, Liauw Tim Sutay kembali ke Hoa San, Cee Sie Tojin
seiring dengan Cuncu Taysu meninggalkan medan pertarungan yang sudah menjadi
mati.
Kiu Heng berlinang air matanya, sedangkan Ping Ping dan Soat-jie
memegang lengan kanan dan kiri si pe muda sambil menatap kepergian jago2 Bu
Lim.
"Kiu Koko, sejak hari ini kita, harus pergi kemana?"
tegur Ping Ping.
"Tidak tahu, aku tak akan berpisah darimu lagi!"
"Kiu Koko," kata Soat-jie dengan likat. "Aku
sudah meminta pada ibu untuk membawamu ke Cee Cu To. Mula pertama ia tidak
mengizinkan, sesudah kudesak pulang pergi, kau dibolehkan juga datang ke
sana."
Kiu Heng menganggukkan kepala tanda setuju. Mereka segera
meninggalkan tempat itu dan pulang Cee Cu To.
Sejak itu, Kiu Heng hidup bahagia di pulau kecil yang aneh
didampingi dua gadis cantik.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar