Rabu, 14 Mei 2014

cersil terbaru rhp 8 tamat

Sesungguhnya Pek Tok Sin Kuay adalah saudara seperguruan dari Pek Tok Thian Kun, hanya saja sudah lama sekali tidak menampilkan diri di dunia Kang Ouw sehingga untuk golongan yang lebih muda tidak mengenalnya.

Tempo dulu sewaktu terjadi pertandingan silat, ia kena dikalahkan Siang Siu dengan Ilmu Pai Kut Sin Kang, sehingga menyembunyikan diri puluhan tahun untuk melatih ilmu Han Peng Im Hong Ciang (pukulan angin negatif yang dingin). Kini sesudah rampung mempelajari ilmunya itu, kembali Ia terjun ke Sungai Telaga untuk mencari Pek Bu Siang. Sayang musuhnya itu sudah meninggal dunia, tapi ia mendapat tahu dari Ciok It Hong buku Pai Kut Sin Kang yang pernah mengalahkan dirinya itu berada di tangan Kiu Heng. Bertepatan dengan itu, Gui Sam Seng sudah mengirimkan undangan, memanggil seluruh kaum Bu Lim berkumpul, untuk menyeterukan Kiu Heng dan To Hiap.

Berkat penyelidikan mereka yang seksama, tempat kediaman Kiu Heng diketahuinya, Pek Tok Sin Kuay mencapaikan diri untuk memanggil penghianat Bu Lim Tiap itu ke suatu tempat, di mana berkumpul kaum2 Kang Ouw.

Begitu Tohiap keluar pintu, Pek Tok Sin Kuay memberi hormat dengan angkuh.

"Aku Pek Tok Sin Kuay," katanya, "dan siapa Cunhe ?"

"Oh, kukira siapa tidak tahunya pecundang Pek Bu Siang, ha... ha... ha... Mengenai aku sendiri adalah seorang penangkap Sin Kuay (Iblis sakti) Tohiap, Siauw Siong!”

"Oh, kau si penghianat perguruan Pek Tok Bun! Orang lain tak tahu riwayat busukmu, tapi mana mungkin mengelabui aku!?"

Tohiap mempunyai pantangan, Ia paling gusar bilamana diungkat2 bekas murid Pek Tok Bun. Dengan gusar dan mata mendelik ber-api2 ia menyerang dengan tiba2.

Pek Tok Sin Kuay mengetahui musuhnya lihay, dengan cepat berkelit, tapi serangan susulan dari Tohiap kembali datang. Sekali ini dengan terpaksa ia menggulingkan tubuh ke belakang, tapi serangan susulan Tohiap lagi2 datang, ia benci dan tidak memberikan kesempatan pada musuhnya untuk memperbaiki diri.

Pek Tok Sin Kuay tahu dengan berkelit terus bukan jalan yang terbaik, lengannya yang mengandung racun diangkat untuk menangkis dengan keras. Tak kira begitu dua lengan saling bentrok, Ia merasakan lengannya menjadi kaku, sehingga tidak dapat digunakan sekehendak hati lagi. Tohiap berpikir untuk menghabiskan riwayat musuhnya seketika juga. Tapi musuhnya sudah melakukan serangan membabi buta dengan nekat sekali. Diseruduknya Tohiap sekuat tenaga.

Demi dilihat jurus mengadu jiwa yang ganas, Tohiap menjadi kaget, dengan tangkas ia melompat pergi. Pek Tok Sin Kuay tidak mau mengerti, Ia merangsang terlebih gila. Saking jengkelnya, Tohiap sambil melompat sambil mengebutkan lengannya menghajar ke pundak musuh dengan ilmu menotok yang ampuh. Pek Tok Sin Kuay sudah tak memikirkan lagi dirinya, serangan musuh yang lihay dibiarkan terus, Ia menyergap dengan penuh harapan luka bersama, mati berdua!

"Gila kau, mana mau aku mampus bersamamu?" pikir Tohiap seraya menarik serangan dan melompat keluar gelanggang.

Pek Tok Sin Kuay gagal dalam serangan, tubuhnya berputar cepat, tahu2 iapun sudah keluar gelanggang dan merat ter-birit2.

Tohiap tidak mau mengejar, ia membiarkan musuhnya kabur.

Sebaliknya Kiu Heng yang sudah berada di depan pintu beserta yang lain2 merasa gusar melihat musuh kabur.

Dengan ginkangnya yang luar biasa ia melakukan pengejaran. Saling kejar ini berlaku seru sekali, karena dua2nya mempunyai ilmu ginkang yang lihay.

Sementara itu Tohiap, Kayhiap, Liauw Tim Sutay dan kedua gadis pun turut mengejar dari belakang, karena mereka takut kalau2 Kiu Heng mengalami kecelakaan seorang diri.

Keadaan kota yang ramai sudah dilewati, mereka memasuki daerah luar kota yang agak sepi, achirnya tibalah di tepian sungai Ngo Tian yang sunyi sepi.

Pek Tok Sin Kuay menuju ke sebuah rumah, Kiu Heng mengejar terus sebelum musuhnya masuk ke rumah, berhasil Ia mencandaknya.

"Siapa kau!" bentak Pek Tok Sin Kuay sambil berbalik badan.

"Aku Kiu Heng!"

"Oh, kau si penghianat kaum Bu Lim, kebetulan sekali menghantarkan diri ke sini. lekas bertekuk lutut untuk menghadap kepada pemegang Bu Lim Tiap!”

"Apa katamu?" tanya Kiu Heng, sedangkan pedang Kim-liong-cee-hwee-kiam sudah dihunus.

Pek Tok Sin Kuay pun merasa gusar, cepat menghunus senjatanya.

Dengan cepat perkelahian berlangsung dengan serunya.

Kiu Heng melancarkan ilmu Kie-hwee-liau-tian (Mengangkat sauh menerangkann jagat), pedangnya menyerosot keras ke bawah mengarah sepasang kaki musuhnya.

Pek Tok Sin Kuay mula pertama tidak memandang mata pada musuhnya yang masih muda, cepat ia mencelat ke atas, lalu kembali turun dengan ilmu Hui-lim-to-niau (burung terbang hinggap di pohon). Pedang berikut dirinya menukik keras dari udara sambil menikam musuh.

Untuk menghindarkan serangan maut ini, Kiu Heng mengangkat pedangnya ke atas, Pek Tok Sin Kuay terkejut heran mendapat tangkisan lihay, cepat serangannya ditarik, dirinya membalik ke kiri dan turun ke bumi, lalu menjerosot keras menyerang dengan mendadak.

Kiu Heng mengetahui musuh bisa menyerang lagi, cepat2 melancarkan ilmu silatnya yang dipelajari di gua dan dimatangi di Thaisan. Tubuhnya mencelat ke kiri dan ke kanan, pedangnya ke-atas ke bawah, tak ubahnya dengan seekor harimau gagah yang tengah jongkok bangun mempermainkan mangsanya.

Biarpun Pek Tok Sin Kuay seorang Kang Ouw yang berpengalaman luas, belum pernah menyaksikan ilmu kepandaian yang demikian aneh dan tak teraba jalannya. kedudukan dirinya perlahan-lahan terdesak dan berada di bawah angin, sedangkan Kiu Heng semakin galak dan bersemangat.

Pek Tok Sin Kuay yang sudah menderita cedera sewaktu menghadapi Tohiap tak berdaya lagi menghadapi tekanan2 maut. ilmu kepandaiannya tak kuasa dikembangkan lagi. Keringatnya mengucur memenuhi tubuhnya.

"Mampus kau!” bentak Kiu Heng seraya menyepak keras.

Pek Tok Sin Kuay berikut pedangnya terpental ke udara dan jatuh terbanting di halaman rumah batu. Kiu Heng mengejar untuk menghabiskan jiwa musuh. Sebelum pedangnya ditabaskan dengan cepat ia merasakan angin sambaran, tahu2 pedangnya kena ditangkis. Ia berbalik badan, kaki-kakinya mundur2 saking kaget, lalu maju lagi ke depan sambil bertekuk lutut !

Air sungai bergelombang tinggi dan men-deru2, pasir2 berterbangan tinggi, Kiu Heng tetap bertekuk lutut di hadapan seseorang dengan patuhnya.

Sementara itu, Tohiap dan kawan2 sudah tiba juga di rumah batu itu. Mereka menjadi heran menyaksikan Kiu Heng yang bertekuk lutut, cepat2 menghampiri.

Keheranan mereka bertambah karena orang itu bukan lain dari pada Suhengnya Cie Yang Cinjin yang bernama Cee Sie Tojin!

Kenapa Cee Sie Tojin bisa berada di rumah yang sunyi itu dan tidak di Bu Tong San? Kiranya Pek Tok Thian Kun sudah memanggilnya datang dengan kekuatan Bu Lim Tiap!! Sebegitu jauh Cee Sie Tojin sangat sayang kepada Kiu Heng, ia tahu kepergiannya bisa menimbulkan kerugian pada Kiu Heng, tapi Bu Lim Tiap yang diakui sebagai pusaka rimba hijau itu biar bagaimana harus dipatuhinya juga.

"Heng-jie, kenapa kau tidak mematuhi peraturan Bu Lim Tiap? Mungkinkah kau tidak mengetahui buku itu sebagai pusaka rimba hijau yang harus dipatuhi seluruh kaum Bu Lim?" kata Cee Sie Tojin dengan lembah lembut, seraya memasukkan pedangnya lagi ke dalam serangka.

Perkataan dari Cee Sie Tojin, mengandung makna yang membela kepada si anak, se-olah2 mengatakan bahwa Kiu Heng masih muda dan tidak mengetahui apa2, sehingga melanggar Bu Lim Tiap.

Tengah mereka bicara dari dalam rumah terdengar suara memanggil.

"Kuminta Totiang bicara di dalam!"

Cee Sie Totiang mengenali suara itu bukan lain dari pada Pek Tok Thian Kun. Dengan wajah keren ia berkata: "Siau-heng, Buheng, Sutay dan jiwie Kouwnio, Ikutlah aku ke dalam!"

Yang turut masuk hanya Tohiap dan Kiu Heng, sedang yang lain menjaga di luar.

Rumah batu yang sepi itu sangat luas dan besar, pekarangan bunga di kiri kanan sangat indahnya. ruangan2 di dalam rumah pun sangat Iuas2, sesudah melalui beberapa ruangan, akhirnya tibalah mereka di ruangan tengah yang besar.

Di situ sudah banyak orang dari berbagai golongan, mereka datang atas panggilan Bu Lim Tiap.

Di tengah ruangan terdapat sebuah meja, yang berlilin besar, di tengah2 meja tampak Bu Lim Tiap disandarkan miring. Di kiri meja tampak Gui Sam Seng, di samping kanan terlihat seorang tojin yang memakai jubah panjang, mukanya demikian kering dan hijau, alisnya keren dan panjang, sekali lihatpun dapat mengetahui tojin itu berilmu tinggi.

Di sebelah depan mereka tampak berbaris dengan rata jago2 Bu Lim lainnya, antaranya terlihat Ciok It Hong, Cun Cu Taysu dari Siauw Lim Sie, juhiap Kong Tat, Siu-cee-kong Say Lam San yang sudah mengasingkan diri. Kesemua ini sudah dikenal Kiu Heng.

Antaranya tampak seorang pertengahan umur yang berjanggut Indah dan keren, di sisinya berdiri pula seorang yang gagah, kedua orang ini Kiu Heng tidak mengenalnya.

Tampak Pek Tok Thian Kun seperti tertawa seperti bukan, dengan angkuh dan congkaknya berkata per-lahan2: "Bangsat yang bernyali besar, sewaktu di Oey San berani betul kau menghina Bu Lim Tiap, dan barusan kau membunuh saudara seperguruanku Pek Tok Sin Kuay, kebandelanmu kini masih tetap tegas, lekas kau bertekuk lutut menerima hukuman!"

Kiu Heng sudah gatal untuk membalas memaki, tapi kurang leluasa, karena Supeknya berada di situ, tapi untuknya menerima dosa tanpa beralasan sudah tentu tidak mau pula. Dengan gusar Ia diam saja, dan tidak mengetahui harus berbuat apa. Saking cemasnya, mukanya menjadi merah sendiri.

Dalam suasana yang gawat ini, tiba2 Tohiap membuka mulut:

"Gui Sam Seng, kau jangan mengandalkan Bu Lim Tiap dengan se-wenang2 demi kepentingan diri sendiri. Ketahuilah soal Bu Lim Tiap adalah satu urusan, sedangkan soal kematian Pek Tok Sin Kuay pun satu urusan lain, kenapa kau jadikan dua urusan menjadi satu secara kacau balau?"

Begitu perkataan ini keluar, sekalian hadirin menatap ke arah Tohiap dengan heran.

"Kau tahukah bahwa saudara seperguruanmu melatih llmu Han Peng Im Hong Ciang yang beracun? Kau tahu sendiri ilmu itu diyakininya harus memakai tubuh gadis2 cilik yang dibeset kulitnya. Karena itu perbuatannya yang jahat ini harus mendapat hukuman yang setimpal. Kenapa dosanya dijatuhkan kepada Kiu Heng?"

Pek Tok Thian Kun mengetahui salah omong, seketika diam saja.

Tampak parasnya menjadi jengah sendiri, cepat Ia melirik kepada kawannya yang memakai jubah, agaknya ia meminta pendapat Tojin itu, agar kedudukannya yang kejepit ini menjadi terbebas.

Tojin itu yang bernama Tiang Bie Cinjin agaknya mengetahui maksud kawannya, segera berkata: "Di sini bukan tempatmu untuk bicara, yang diperiksa adalah Kiu Heng, ada urusan apa denganmu?"

Gui Sam Seng seperti mendapat angin.

"Kami rnengadakan rapat kaum Bu Lim ini untuk mengadili seorang pendurhaka Bu Lim Tiap, karena itu kau jangan banyak bicara. Kalau kau melanggar peraturan, aku berhak menjatuhkan hukuman!”

Kiu Heng jadi berani melihat ayah angkatnya membela dirinya, dengan bertolak pinggang ia menunjuk kepada si tojin: "Kau manusia apa? Berani betul mencampuri urusan orang?"

Cee Sie Cinjin, kuatir timbul onar yang tidak diinginkan, lekas ia mencegah: "Heng-jie, kau harus patuh dan jangan berlaku kurang sopan !"

Si tojin yang kena maki Kiu Heng mukanya berubah pucat, sambil bersenyum dingin ia berkata: "Bilamana Pinto tidak menerangkan kau pasti tidak mengetahui, aku adalah tuan rumah dari gedung ini yang bergelar Siang Bie Cinjin!"

Tiang Bie Cinjin sepatah demi sepatah menyebutkan namanya dengan tegas, dengan tujuan melunakkan kegarangan orang dan menghargai dirinya.

Tohiap Siauw Siong tiba2 bergelak-gelak.

"Kukira siapa, tidak tahunya Tiang Bie Cinjin yang sudah mengasingkan diri dari puluhan tahun, tak heran aku tak mengenalnya. Tiang Bie Cinjin, kuyakin ilmu kepandaianmu yang diyakini selama bersembunyi puluhan tahun pasti sudah maju dengan pesat! Ilmu apa yang kau sudah yakini, dapatkah kau perlihatkan kepadaku?"

Sesungguhnya Tohiap bukan tidak kenal kepada Tiang Bie Cinjin, tapi Ia pura2 tidak mengenalnya, sewaktu melihat Cinjin itu duduk di bagian atas dengan angkuh dan congkaknya, kini mendapat kesempatan untuk "ngeledek" dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Gui Sam Seng tahu bahwa Tohiap sengaja memancing keributan, bilamana tidak lekas2 dicegahnya, urusan bisa meluas dan rnenyimpang dari tujuan pokok pembicaraan. Cepat ia bangun.

"Cuwie kuminta menghentikan kata2! Dan Kiu Heng lekas2 bertekuk lutut menerima hukuman !”

Begitu kata2 ini keluar, keadaan di dalam ruangan menjadi sunyi sepi.

Kiu Heng menjadi mendelik saking gusarnya.

"Apa yang kau andalkan menyuruh aku bertekuk lutut dengan sesuka hatimu? Dan apa dosaku pula harus menerima hukuman?"

"Anakku, kau tidak berdosa! jangan mau berlutut!" empos Tohiap dari samping,

"Heng-jie, kau jangan berlaku kurang ajar, kenapa tidak lekas berlutut!” bentak Cee Sie Tojin dengan cepat.

"Bukannya aku tak dengar kata, tapi aku tak mengetahui harus berlutut pada siapa?" jawab Kiu Heng.

Wajah Pek Tok Thian Kun menjadi hijau saking gusarnya, lengannya menunjuk ke atas. meja. "Berlutut ke arah meja!’’

"Kenapa harus berlutut pada meja? Ini permainan apa?" kata Kiu Heng.

"Buku itu mempunyai khasiat apa harus dihormati?" sambung Tohiap.

Cee Sie Tojin berjiwa jujur, Ia mengira Kiu Heng sesungguhnya tidak mengetahui benda yang harus dihormati itu adalah Bu Lim Tiap.

"Heng-jie! Yang harus kau hormati itu adalah Bu Lim Tiap, lekaslah kau lakukan!" suruhnya.

Kiu Heng mempermainkan matanya, menunjukkan perasaan curiga.

"Tapi aku tidak mengetahui bahwa, Bu Lim Tiap itu yang palsu atau yang tulen? Bilamana kena yang palsu, bukankah sia-sia dan sayang kehormatan yang kuberikan dengan percuma ini?"

Agaknya Tiang Bie Cinjin sudah tak sabaran lagi.

"Bu Lim Tiap di dunia ini hanya satu, kenapa ada yang palsu dan yang tulen Kalau begitu, terang kau yang bersalah dan berkeras kepala, tanpa mempunyai alasan!"

"jatuhkan saja hukuman yang setimpal, kalau Ia membangkang, kita hajar!” kata si orang pertengahan umur yang berjanggut indah.

”Akur! Aku setuju pendapat saudara Yo Goat Tong!" kata Ciok It Hong.

"Diam!" bentak Kiu Heng, "kalian tidak berhak untuk bicara."

Sedangkan hatinya menjadi ber-debar2 sewaktu mendengar nama Yo Goat Tiong, tapi ia masih bisa mengendalikan hatinya.

"Sungguhpun aku belum pernah melihat Bu Lim Tiap, tapi kau tidak berhak menjatuhkan hukuman dengan se-wenang2, sedikitpun kau harus memanggil datang tiga orang Ciang Bun jin dari tiga partai untuk mengadili diriku!"

Kiu Heng mempunyai Bu Lim Tiap dan pernah membacanya berulang kali, sehingga mengerti betul peraturan2 yang berada di dalamnya.

Kini Ia meminta agar Pek Tok Thian Kun memanggil datang tiga Ciang-bun-jin untuk mengadili dirinya, se-mata2 mengingatkan pada musuh, bahwa ia pun mengerti peraturan yang terdapat di Bu Lim Tiap.

Sekaitan yang mendengar menjadi kaget atas permintaan Kiu Heng.

Mereka tidak menyangka anak muda itu dapat menimbulkan pertanyaan yang demikian tepat dan sempurna. Orang2 di dalam ruangan sudah mulai ber-bisik2 satu sama lain, ada yang girang ada juga yang kesal.

Yang bergirang adalah Cee-Sie Tof.jin, Kong Tat, Say Lam San dan Cun-cu Taysu.

Sebaliknya Tohiap Siauw Siong mempunyai pikiran lain; bagaimanapun Bu Lim Tiap yang tulen harus diperlihatkan. Kalau tidak, kegawatan yang meruncing ini tak mungkin dapat diatasi, sehingga pikirannya terbenam di dalam keraguan.

"Sudah terang berdurhaka pada Bu Lim Tiap, masih tetap berani menggoyang lidah untuk membela kesalahan,"bentak Pek Tok

Thian Kun.

"Gui-heng,” kata Cee Sie Tojin yang mempunyai kesempatan untuk membela Kiu Heng.

"Dalam hal ini kau yang salah, Pinto mengakui belum pernah memegang Bu Lim Tiap, tapi sudah terang mengetahui peraturan yang terdapat di dalamnya! Apa yang dikatakan Kiu Heng memang betul, setiap orang yang berbuat salah harus diadili ber-sama2 tiga orang Ciang-bun-jin dari tiga partai yang dikehendaki si terdakwa! Sedangkan kau kini berlaku menurut kehendak sendiri, sehingga membuat aku pusing dan melupakan peraturan yang tertera di dalam Bu Lim Tiap. Kini aku sudah sadar, bilamana kau tetap melaksanakan kekerasan kepada Kiu Heng, jangan sesalkan tindakanku yang kurang sopan!"

"Apa yang dikatakan Cee Sie Toyu memang benar." kata Cuncu Taysu membenarkan.

Pek Tok Thian Kun terdiam sejenak lalu tertawa bergelak-gelak.

"Kau boleh mengatakan demikian, tapi apa yang dilakukan Hui Kong Taysu terhadap Kayhiap Bu Tie? Bukankah ia menjatuhkan hukuman dengan seorang diri, padahal di situ terdapat Cie Yang Cinjin, Liauw Tim Sutay, dan aku sendiri, tapi sedikit pendapat pun tidak dimintanya!”

"Kalau begini sudah terang Cee Sie Totiang, membela murid durhakanya tanpa mengindahkan lagi Bu Lim Tiap, aku sebagai pemilik rumah ini mana mungkin membiarkan kau berlaku gila di sini?" kata Tiang Bie Cinjin.

"Hei, orang tua, kau jangan bicara sekehendak hati, bilamana kau berani lagi menghina Supekku, aku tak segan2 menghajar dirimu!" kata Kiu Heng.

Seumur hidupnya Tiang Bie Cinjin belum pernah mendapat dampratan yang demikian keras di muka umum, matanya mendelik lebar.

"Sudah tiga puluh tahun lebih aku belum pernah menggerakkan kaki tanganku, kini kau menantang aku? Baiklah, aku bisa mengirim kau dan Supekmu menemui Giam Lo Ong!”

Tohiap tidak bicara lagi, ia maju dua langkah, mulutnya mesem2 geli: "Hei Lo-tau, rupanya kau sudah tak sabar lagi hidup di dunia ini. Inginkah mati dengan cepat?” ejeknya.

"Kuyakin ilmu yang kau pelajari puluhan tahun itu tidak bisa menunda kematianmu terlebih lama lagi! Semoga kau bisa tinggal di alam baka dengan senang dan gembira!"

"Hai, bungkuk, kau jangan berkata sembarangan,” kata Pek Tok Thian Kun.

Sehabis berkata ia bersiap untuk menerjang.

Kiu Heng tidak tinggal diam dengan tangkas ia melangkah maju. Tahu2 Pek Tok Thian Kun melangkah miring dan menjamberet Bu Lim Tiap dari atas meja, dimasukkannya ke dalam sakunya, perubahan dari gerakannya yang di luar perkiraan ini membuat Kiu Heng tersenyum simpul.

Keadaan tegang yang memenuhi isi ruangan menjadi gelak tertawa riuh atas kelakuan Pek Tok Thian Kun yang kesusu.

"Kau si manusia berhati cupet, mengaku sebagai seorang Kuncu, tak tahunya orang rendah yang tidak tahu malu. Kau kira aku kepengen segala buku itukah?" bentak Kiu Heng. "Lihat apa ini?"

"Bu Lim Tiap!" seru sekalian yang hadir dengan terkejut.

Agaknya Tiang Bie Cinjin yang paling tak sabaran, kembali ia bicara:

"Kita adalah golongan persilatan, untuk menyelesaikan persoalan gawat takkan selesai dengan lidah, dan takkan beres dengan Bu Lim Tiap. sejujurnya adalah: kekuatan senjata adalah cara terbaik memecahkan persoalan!”

"Kau jangan banyak bicara!” bentak Tohiap seraya mencabut huncwenya dan menyerang kepada musuh.

"Bagus," kata Tiang Bie Cinjin, tubuhnya mundur berkelit, lalu menghunus pedangnya.

Tohiap jadi gusar begitu sadar serangannya tidak membawa hasil. Serangannya berubah dengan cepat, senjatanya tak ubahnya merupakan titik2 air hujan yang deras, mengurung kepala musuhnya!

Tak malu Tiang Bin Cinjin meyakinkan ilmu puluhan tahun lamanya, karena pedangnya pun bisa berubah dengan cepat, menghalau seluruh serangan2 musuhnya.

Menghadapi musuh yang lihay, Tohiap menjadi girang. Dengan tertawa mengejek ia mencoba membuyarkan perhatian musuh.

"Tiang Bie Cinjin, sudah puluhan tahun kau belajar silat, mungkinkah hanya belajar menangkis melulu dan berkelit?"

Tanpa menjawab Tiang Bie Cinjin, membentangkan pedangnya, jurusnya kembali berubah, dari bertahan menjadi menyerang.

Gerakannya yang lincah dan matang luar biasa cepatnya, sehingga tubuhnya seperti hilang di dalam lingkungan sinar putih yang ber-kilat2 dari pedangnya.

Dalam beberapa jurus ia berhasil mendesak musuhnya terus2an. Hal ini membuat keberaniannya semakin menjadi2. Seluruh kepandaianya yang diyakini dari puluhan tahun dipergunakan dengan ganas mencecar terus musuhnya, sehingga pertarungan benar2 hebat dan rnenggidikkan.

Kepandaian silat Tohiap sesungguhnya tidak berada di sebelah bawah musuhnya, sayang senjatanya tidak sebaik pedang musuh yang lebih panjang. Di samping itu, iapun harus mengakui ilmu rangsakan musuhnya yang sudah terlatih matang.

Perhatiannya dicurahkan seratus persen melawan musuh. tak berani untuknya mengganggu atau mengejek lagi.

Cee Sie Tojin dan Kiu Heng mengucurkan keringat dingin untuk keselamatan Tohiap.

Tiba2 terdengar bentrokan senjata yang nyaring, disusul lelatu api membujar ke empat penjuru, sinar pedang segera sirna, apa yang tampak ialah pedang Tiang Bie Cinjin, tengah menikam ke depan dan tepat mengarah kerongkongan musuhnya.

"Celaka!” teriak Kiu Heng tanpa disadari.

Tapi sebelum kata2nya keluar dari mulut, perubahan di medan pertarungan sudah berubah.

Kiranya Tohiap yang tengah mundur2 terangsak lawan, tiba2 kesandung sesuatu benda, sehingga keseimbangan tubuhnya tak baik lagi. Kesempatan ini dipergunakan musuhnya, sehingga ujung pedang hampir menembus kerongkongan musuhnya. Tapi Tohiap bukan seorang yang lemah, sungguhpun dalam keadaan bahaya, pertahanannya masih tetap tak kalut.

Tubuhnya dengan cepat kembali seperti sedia kala, sedangkan kakinya ditendangkannya ke muka, sehingga ia berjungkir balik ke belakang, pedang Tiang Bie Cinjin dengan ganas lewat dari sasaran beberapa senti.

"Celaka!” pikir Tohiap di dalam hati.

Tubuhnya begitu berdiri tetap, langsung menyerobot ke depan, huncwenya seperti kilat menyerampang. Tiang Bie Cinjin melompat, membiarkan senjata musuh lewat dari bawah sepatunya.

Sementara itu, Pek Tok Thian Kun sudah mengeluarkan perintah untuk menghajar Kiu Heng.

Akan tetapi anjuran yang berupa perintah ini hanya menarik sebagian orang, sedangkan Cuncu Taysu dan Cee Sie Tojin serta Kong Tat membela pihak Kiu Heng. Say Lam San sendiri mengambil jalan tengah, ia menonton tanpa mengeluarkan pendapat,

Ciok It Hong, Yo Goat Hong dan seorang lagi yang bukan lain dari Lie Keng, tanpa menunggu perintah dua kali sudah menghunus — senjatanya. Hal ini diikuti orang2 Bu Lim lain yang kurang “ kenamaan tapi sealiran dengan Pek Tok Thian Kun.

Pertarungan kalang kabut berkobar dengan cepat. Kiu Heng menghadapi Yo Goat Tiong, Ia ingin melampiaskan sakit hatinya pada musuhnya yang membasmi keluarganya.

"Apakah kau yang bernama Yo Goat Tiong?" tegurnya.

"Memang aku Yo Goat Tiong seorang Piausu yang kenamaan....”

"Tutup mulutmu, apakah kau ingat nama Wie Bu Piaukiok? Ingatkah perbuatan terkutukmu itu? Aku adalah sisa dari keluarga Kiu itu yang tertinggal hidup dan kini berhadapan denganmu untuk menagih hutang!"

Yo Goat Tiong tahu banyak cakap tidak ada gunanya, cepat menangkis serangan Kiu Heng yang sudah datang.

Lalu melancarkan ilmu kepandaiannya dari puluhan tahun, pedangnya lincah dan tangkas, ber-putar2 seperti seekor walet mengitari gunung.

Sepuluh jurus Kiu Heng merangsek keras, tapi tidak membawa hasil, karena dalam perkelahian ini Ia terlalu napsu. Hampir2 kecerobohannya mendatangkan luka. Kiu Heng semakin bernapsu dan gusar, pedangnya dibulang-baling tiga kali membabat musuh dengan telengas. Tapi sedikitpun tidak membawa hasil, karena musuhnya cukup berpengalaman dan tangguh.

Sesudah melihat musuh dalam keadaan kalap, Yo Goat Tiong menyerang dengan cepat, ujung pedangnya bergetar, ilmu Ban-hong Cut-cau atau sepuluh ribu tawon keluar sarang, dilancarkan dengan hebat, ujung pedang se-olah2 berubah menjadi banyak, kekuatannya luar biasa dan mengejutkan yang menyaksikan.

Kiu Heng kesal serangannya dipatahkan terus, kini dilihatnya musuh menyerang dengan llmu yang indah dan luar biasa, hatinya merasa heran.

Ketenangan dirinya pun terkendalikan lagi, dengan cepat. Ia melancarkan ilmu pedang Cit-cuat-kiam dari Kong Tat, pedangnya menggulung seperti pelangi, mengurung jurus Ban-hong-cut-cau musuhnya, sedangkan lengan kirinya mendorong keras dengan jurus Geledek Membelah Gunung.

Yo Goat Tiong tak mengira serangannya kena dibendung. di samping itu serangan lengan lawan pun memberikan ancaman keras. Ia mundur sambil menarik pedangnya. Tak kira Kiu Heng membarengi dengan serangan lain, pedangnya menikam tajam ke pergelangan musuhnya sedangkan kakinya menyepak pula ke arah ke mana lengan yang berpedang itu mengegos. Inilah jurus dari Bu Lim Tiap yang dilancarkan.

Yo Goat Tiong tak menduga perubahan musuhnya berjalan dengan cepat dan di luar dugaan, ia tak bisa melakukan egosan lagi, tahu2 lengannya tertusuk pedang dan lemas.

Senjatanya jatuh, berbareng dengan itu tendangan musuh berkelebat di samping tubuhnya. Pertahanannya berantakan seketika.

"Hutang darah bayar darah, dosa tidak berampun!" teriak Kiu Heng sambil mengerjakan pedangnya.

Yo Goat Tiong menjerit keras, ia mandl darah dan mati seketika juga.

Akibat dari kematian Yo Goat Tiong mempengaruhi medan pertarungan. Ciok It Hong yang berhadapan dengan Cuncu Taysu dari Siauw Lim Sie, segera merat keluar, karena ia tahu bahwa Pek Tok Thian Kun tidak bisa membela dirinya lagi.

"Jangan kasih lolos!” teriak Kiu Heng, karena ia sangat benci pada Ciok It Hong yang pernah mencelakakan dirinya.

Atas seruan ini, Cuncu Taysu mencoba mengejar, tapi kena dihalangi beberapa orang2 lain.

Lie Keng menghadapi Cee Sie Tojin, tapi Ia bukan lawan dari si jago Bu Tong, dalam sekejap sudah berada di bawah angin. Sungguhpun demikian, Ia tidak mau merat seperti Ciok It Hong yang licik. Kiu Heng yang sudah berhasil paling pagi membereskan musuhnya, kini dihadang empat orang Bu Lim lainnya, sehingga tidak bisa mengejar Ciok It Hong.

Pek Tok Thian Kun sendiri tengah sengit melawan Kong Tat, menilik dari ilmu mereka masing2 sama2 kuat, tapi Kong Tat menang di hati. Sedangkan Pek Tok Thian Kun sudah bimbang menghadapi keadaan yang gawat ini. Tak heran begitu Ia mendapatkan kesempatan segera menerjang jendela dan kabur.

Ia ber-lari2, pikirannya sudah aman. Tak kira baru keluar dari rumah dari depannya mendatang seorang nikoh. dan dua gadis.

"O Mi To Hud, tak diduga kita bertemu lagi di sini!" kata nikoh itu yang bukan lain dari Liauw Tim Sutay.

"Sesudah berpisah dari See Ouw, Sutay baik2kah?’’ tegur Pek Tok Thian Kun.

Ia merasa heran si nikoh yang tidak mempunyai ganjelan dengannya bisa mengeluarkan perkataan yang mengandung tantangan, tapi ia tenang dan tidak mengentarakan di wajahnya.

"Aku tidak bersangkutan denganmu, karena itu tak perlu kuatir atas diriku ini. Sedangkan yang akan meminta berurusan adalah kedua Kounio ini," kata Liauw Tim Sutay.

Ping Ping dengan mata berlinang menatap musuhnya dengan gusar, sedangkan Soat-jie pun mengetahui orang yang mencelakakan ayahnya adalah Pek Tok Thian Kun juga.

"Gui Sam Seng, masih ingatkah kau kejadian di Oey San, dimana keluargaku habis kau bantai?" tegur Ping Ping.

"Oh, kau si bocah, kukira sudah mati menjadi setan!" kata Gui Sam Seng dengan heran.

"Ping Cici, untuk apa banyak bicara dengan manusia iblis yang kejam,” kata Soat-jie.

"Siapakah kau?”

"Aku puteri dari Cie Yang Cinjin!"

"Ha?” Gui Sam Seng heran, "jadinya kau ingin melawan aku?"’

"Ya," jawab kedua gadis itu hampir berbareng.

"Tahukah bahwa kau berhadapan dengan pemilik Bu Lim Tiap?”

Liauw Tim Sutay menjadi tertawa mendengar keterangan itu.

”Gui Sam Seng, kau tak perlu menimbulkan Bu Lim Tiap yang kau peroleh secara licik! Hadapilah kedua Kounio ini dengan jantan, aku pasti tidak campur tangan!"

Perkataan ini memang yang diinginkan Gui Sam Seng karena Ia takut si nikoh melawannya. Tapi ia pura2 bersikap lain: "Biar siapapun aku tak takuti, apa lagi cuma dua bocah ini,” katanya.

Ping Ping menghadapi musuhnya di depan mata, dan saatnya untuk turun tangan sudah tiba, hatlnya menjadi ber-debar2. Pada saat inilah kesiuran angin keras tiba menyerang dirinya, cepat ia menggeser kaki dan memutar tubuh menghindarkan serangan lewat. Lalu Ia mencurahkan 'perhatian pada musuhnya sambil menantikan serangan selanjutnya.

Pek Tok Thian Kun melakukan serangan sewaktu musuh tak bersiaga, tapi kena diegoskan Ping Ping dengan mudah, tanpa berkata lagi Ia maju mendekat dan mengayunkan lengannya menabas, kelihayan dari pukulannya ini tak ubahnya dengan kekuatan badai di laut.

Ping Ping tahu kekuatan lengan musuh yang sebelah itu cukup berbahaja, Ia menggeserkan kakinya dan mundur per-lahan2.

Pek Tok Thian Kun merasa heran melihat musuhnya yang mundur2 terus, segera mengubah pukulannya dari membabat menjadi mendorong, seiring dengan itu tubuhnya pun seperti angin topan cepatnya menyergap ke muka.

Ping Ping seperti sudah menduga musuhnya akan berbuat demikian, begitu musuh mendekat segera memutarkan tubuh di atas sebuah kakinya, keadaan sangat berbahaya, hampir Ia tertotok jari musuh. Tapi perhitungannya cukup matang, sewaktu ia memutar tubuh, jurus yang dilancarkan bukan main indahnya, inilah pelajaran rahasia yang diperolehnya selama tiga tahun di pulau Cee Cu To.

Pek Tok Thian Kun tahu jurus dan gerakan musuh sangat dahsyat, tapi Ia menang pengalaman, sebelum serangan datang sudah menduga lebih dulu, tak heran sewaktu Ping Ping melancarkan tangan kena dipatahkan secara mudah.

Kedua tubuh mereka dari merapat tiba2 berpisah, lalu saling tatap dan bersiaga, sesudah itu saling serang lagi, kembali dari berpisah bergumul lagi menjadi satu. Tubuh Pek Tok Thian Kun di bawah baju hitamnya yang besar ber-putar2 seperti gulungan asap yang luar biasa lincah.

Ping Ping didesak terus, sehingga gugup dan kalang kabut, maklumlah seumur hidupnya Ia pertama kali menghadapi musuh, lagi pula musuhnya sangat tangguh.

Segala kepandaiannya yang diperoleh dalam tiga tahun agaknya belum bisa mengimbangi daya kekuatan musuh yang diyakini puluhan tahun. Biar pun demikian Ia melakukan terus perlawanan dengan gigih.

Soat-jie mengetahui saudara seperguruannya berada di bawah angin, maka itu ia mengambil sikap siap sedia, begitu dilihatnya Ping Ping terdesak terus, Ia menghampiri.

Sewaktu perkelahian berpisah dengan cepat. tubuhnya menggantikan kedudukan Ping Ping.

Pek Tok Thian Kun merasa heran atas gerakan si gadis yang lincah dan cepat. Di samping itu ia tidak habis mengerti kenapa Ping Ping sudah demikian lihay sekali, ia merasa penasaran tidak bisa menjatuhkan seorang gadis dalam waktu singkat.

Kini dilihatnya Soat-jie menggantikan Ping Ping. sehingga kegusaran Gui Sam Seng ditumplakkan pada si gadis.

Biarpun digenjot pulang pergi dengan tekanan2 keras, Soat-jie tidak menunjukkan paras gusar, ia memusatkan seluruh perhatiannya pada gerakan2 musuh. Lalu menghindarkan diri dengan indahnya, tubuhnya yang ramping dengan gerakannya yang lincah, ber-putar2 mengimbangi musuh, sehingga seperti uap putih dan asap hitam tengah ber-putar2. Bukan saja kecepatannya luar biasa dan mengagumkan juga sangat indah di pandangan mata yang menyaksikan.

Seorang Ciang-bun-jin dari Pek Tok Bun melawan seorang gadis dari Cee Cu To, dua2 sama2 kuat, masing2 ia memamerkan ilmu golongan atas yang jarang dilihat di dunia persilatan. Mereka seperti mempertaruhkan jiwa masing2 yang satu merasa penasaran tidak berdaya menghancurkan seorang gadis, sedangkan si gadis merasa benci dan ingin membalas dendam.

Ilmu kekuatan Pek Tok Thian Kun sudah lihay, sedangkan Soat-jie yang masih mudapun cukup lihay, dan kalau dinilai ilmu kepandaiannya tidak berada di bawah kekuatan Cie Yang Cinjin sewaktu merebut Bu Lim Tiap yang ketiga kali.

Sesudah perkelahian berjalan satu jam, Pek Tok Thian Kun masih belum berhasil menjatuhkan puterinya Cie Yang Cinjin, keadaan tetap berimbang. Sehingga Pek Tok Thian Kun mem-bentak2 dengan nyaring, tegas ia merasa cemas belum memperoleh kemenangan sesudah bertarung demikian lama. Di samping itu iapun kuatir kalau kawan2-nya di dalam rumah kalah dan datang ke tempat mereka bertarung, dirinya pasti akan terkurung dan mati di bawah kepungan musuh.

Tengah hebatnya mereka bertarung, tiba2 tendengar jeritan keras dari jarak beberapa tombak. Pek Tok

Thian Kun berkesempatan melihat juga ke arah suara. Di sana ia melihat sesosok tubuh jatuh bermandikan darah dan berkerejetan lalu mati.

Di samping mayat itu berdiri seorang pengemis yang bukan lain dari Kayhiap Bu Tie.

Kiranya sewaktu Ciok It Hong sipat kuping melarikan diri, kena dihadang Bu Tie, sehingga pertarungan seru tak dapat dihindarkan. Mereka bertarung ber-puluh2 jurus, tapi kemenangan akhir diperoleh Bu Tie juga. Sesudah menyelesaikan perkelahian berat, Bu Tie mendekat pada Liauw Tim Sutay sambil menyaksikan perkelahian antara Soat-jie dan Pek Tok Thian Kun.

Sementara itu keadaan di dalam rumah batu masih tetap ramai, pertarungan berjalan semakin seru. Masing2 ingin menjatuhkan musuh dalam waktu sesingkat mungkin.

Sedangkan Tohiap yang saling hantam dengan Tiang

Bie Cinjin, sudah melancarkan ilmu simpanannya yang terdiri dari dua puluh empat jurus dengan gencar, tampak huncwenya ke atas menyangsot enam kali, lalu ke bawah menotok enam kali, kiri kanan enam kali, seluruhnya dua puluh empat serangan dilancarkan dalam waktu singkat.

Tiang Bie Cinjin sesudah menghadapi dua puluh empat serangan hatinya merasa gentar, sehingga tertekan habis2an, tak heran senjatanya begitu beradu segera terpental, dirinya sendiri tergempur mundur beberapa langkah dengan terhuyung. Sebelum sempat memperbaiki dirinya serangan susulan dari Tohiap membuatnya terkapar di lantai dan mati seketika.

Kekuatan musuh sudah berkurang, banyak yang sudah lari sipat kuping, hanya Lie Keng tetap melakukan perlawanan, tapi dalam waktu tak seberapa lama Ia pun menyusul Tiang Bie Cinjin di bawah tekanan maut Cee Sie Tojin. Tempat perkelahian yang seram dan menegangkan urat saraf kini menjadi sunji sepi, di samping yang terbunuh mati terdapat pula yang terluka parah sambil merintih kesakitan.

Yang tidak sempat melarikan diri dilucuti senjatanya dan disuruh mengurus jenazah2, sesudah itu rumah itu dibakar.

Tohiap dan kawan2 segera meninggalkannya, mereka menjadi terkesiap sewaktu menyaksikan perkelahian yang masih berlangsung antara Soat-jie dengan Pek Tok Thian Kun. Tapi sebagai jago2 mereka tidak mau turun tangan mengerubuti musuhnya yang tinggal seorang diri.

Dua manusia bertarung terus, seperti me-nari2 agaknya, membuat pandangan mata kabur.

Tiba2 Soat-jie berteriak keras dan garing, tubuhnya merapung ke atas, lalu bergeliat sejenak dan menukik dengan kecepatan kilat, kaki dan tangannya dibentangkan demikian macam, seperti seekor elang menyergap anak ayam, langsung menghajar ubun2 musuhnya. Inilah salah satu jurus dari Cee Cu To yang bernama Elang Saktl Menerkam Ayam.

Saat ini Pek Tok Thian Kun tengah risau, sebab melihat api berkobar dan datangnya kawan2 pihak musuh. Sehingga tak ampun lagi Ia terkena serangan tangan si gadis, tubuhnya terhuyung2, untung Ia masih bisa berlaku tangkas kalau tidak jiwanya pasti mati seketika juga.

Kekalahan agaknya sudah terbayang di depan mata Pek Tok Thian Kun, serangan2 musuh yang semakin lama semakin aneh dan belum pernah dilihatnya membuatnya semakin repot. Untuk menyelamatkan jiwa ia mencoba "modalnya" yang ampuh yakni ilmu tertawa yang bernama Li-seng-tuan-hun-im. Begitu mendengar suara tertawa yang dahsyat ini sekalian jago menjadi bergolak hatinya, untunglah mereka terhitung ahli2 kelas satu. Sesudah menenangkan hati seketika sudah tak terganggu lagi suara aneh itu. Sedangkan Soat-jie mula pertama merasa tak kuat mendengar suara itu, tapi sesudah menyalurkan Lui-kangnya ia bisa menahannya, dan per-lahan2 suara tertawa musuh yang bisa melukakan orang di dalam jarak beberapa ratus meter itu, tak ubahnya seperti tertawa biasa. Saat inilah Ia melancarkan ilmunya yang terlihay.

Tampak tangannya mencabut belati lalu melontarkan keras.

Pek Tok Thian Kun melihat sinar putih yang berkilauan, ia kaget dan mengingat lagi sewaktu serangan Cie Yang Cinjin di See Ouw, kipasnya cepat dicabut dan dipakai menangkis.

Pisau itu berkekuatan luar biasa, kipas ditembus langsung menikam ke depan. Dengan jeritan keras yang memilukan, Pek Tok Thian Kun rebah di bumi. Tubuhnya berkelejetan sejenak, lalu tampak sepasang kakinya menjadi lurus, seorang jago tamat riwajatnya secara demikian.

Tiba2 tampak berkelebat seseorang muda yang langsung menubruk mayat Gui Sam Seng sambil ter-sedu2.

Sekalian yang menyaksikan merasa kasihan juga melihat nasib Gui Sam Seng, tapi kalau mengingat kejahatannya, semua merasa gusar dan ingin menelannya hidup-hidup.

Pemuda itu bukan lain dari pada Gui Wie, sesudah menangis seketika diangkatnya tubuh ayahnya dan dibawa pergi.

"Saudara Gui!” kata Kiu Heng sambil mengejar. "Kau tentu merasa benci pada kami bukan?"

"Ayahku berlaku jahat dan sudah seharusnya menerima ganjaran serupa ini, tapi untukku ia tetap seorang ayah. Karena itu aku harus mengurus jenazahnya sebaik mungkin!"

"Bagaimana dengan Cui-cici?" tanya Kiu Heng.

"Ia baik2 saja, dan kalau kau sempat di kelak kemudian hari mampirlah di Bu Kong San, kami hidup di sana mendampingi suhunya yang sudah tua!" jawab Gui Wie sambil pergi dan tidak menoleh lagi.

Sesudah berkumpul sejenak, Say Lam San pun mohon pamit untuk bertapa lagi, sedangkan Kayhiap dan Tohiap yang sudah ada umur ingin melewatkan hari dengan tenang jauh di pegunungan.

"Heng-jie kau masih muda, masih penuh cita2 untuk menempuh hidup, sedangkan aku sudah tua, karena itu ingin mengasingkan diri. Kuharap kalau sempat kunjungilah aku di Thai San," kata Tohiap.

"Giehu,” kata Kiu Heng dengan terharu.

Kong Tat datang menepak-nepak pundak Kiu Heng.

"Kau anak yang baik, bagaimana dengan Pai-kut-sin kang, apakah kau tidak pelajari?" kata Kong Tat.

Kiu Heng tersenyum.

"Hai, pengemis dan orang bungkuk, kau pergi masa berdua saja, akupun sudah jemu luntang lantung di dunia Kang Ouw, karena itu ajaklah aku bersama2,” kata Kong Tat.

Sekalian yang mendengar tersenyum.

"Heng-jie, kalau sempat datanglah ke Bu Tong San," pesan Cee Sie Tojin.

"Baik," jawab Kiu Heng Tohiap, Kayhiap, juhiap pergi serombongan ke Thai San, Liauw Tim Sutay kembali ke Hoa San, Cee Sie Tojin seiring dengan Cuncu Taysu meninggalkan medan pertarungan yang sudah menjadi mati.

Kiu Heng berlinang air matanya, sedangkan Ping Ping dan Soat-jie memegang lengan kanan dan kiri si pe muda sambil menatap kepergian jago2 Bu Lim.

"Kiu Koko, sejak hari ini kita, harus pergi kemana?" tegur Ping Ping.

"Tidak tahu, aku tak akan berpisah darimu lagi!"

"Kiu Koko," kata Soat-jie dengan likat. "Aku sudah meminta pada ibu untuk membawamu ke Cee Cu To. Mula pertama ia tidak mengizinkan, sesudah kudesak pulang pergi, kau dibolehkan juga datang ke sana."

Kiu Heng menganggukkan kepala tanda setuju. Mereka segera meninggalkan tempat itu dan pulang Cee Cu To.

Sejak itu, Kiu Heng hidup bahagia di pulau kecil yang aneh didampingi dua gadis cantik.



TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar